Haram versi MUI,Saya kok Malah Bingung





Saya kembali berpikir keras untuk apa yang telah difatwakan oleh MUI. Mengernyitkan dahi. Ada yang sangat mengganggu saya berkaitan dengan konotasi “haram” yang dilontarkan lembaga ini. Hal ini semakin membuat saya terpaksa kurang bisa mengakui lagi integritas lembaga yang berisikan sekumpulan para alim ulama di Indonesia ini.

Ini berkaitan dengan fatwa rokok. Oke, saya bisa terima ketika rokok bisa merusak kesehatan. Saya bisa terima kalo rokok bisa berdampak buruk pada janin manusia. Sayapun bisa terima saat ada sekumpulan ahli yang merasa jengah dengan meningkatnya perokok usia belasan. Oke, saya bisa terima itu semua.

Tapi haram? Nanti dulu. Mari kita berpikir jernih. Apalagi fatwa haram yang dikeluarkan MUI hanya berlaku pada wilayah tertentu. Haram pada anak-anak, pada janin, dan haram pada anggota MUI. Haram hanya untuk anggota MUI? Ini dagelan? Masa haram kok terbatas begitu? Bagaimana sih ceritanya sampai ada kata haram yang terkotak pada profesi tertentu?

Setahu saya yang awam dalam masalah agama, yang namanya haram ya berlaku menyeluruh. Bagi yang mempercayainya haram berlaku universal, untuk semua umat manusia. Ini kok tanggung amat? Seperti sebuah mainan saja, sebenarnya untuk siapa sih MUI itu berdiri? Saya merasa tidak terwakilkan dengan berdirinya lembaga alim ulama itu.

Emosi. Saya betul-betul emosi dengan apa yang telah dilontarkan oleh MUI. Selain itu, aktivitas Yoga dan meditasi juga dianggap haram. Mari kita telusuri lebih lanjut. Saya memang awam dalam masalah agama, tapi saya juga yakin, saya tidak bodoh-bodoh amat. Yoga dan meditasi harus dilihat dalam konteksnya.

Kalo kita bicara pada konteks releigiusitas, fakta telah banyak bicara. Contoh, adalah permulaan datangnya risalah kenabian Muhammad. Sebagai seorang manusia yang merasa sedih melihat situasi masyarakat yang amburadul dan tidak lagi menghormati ketauhidan, Muhammad kemudian merasa perlu untuk merenung, bertafakur menuju tempat sepi. Merenung dan menyendiri ke Gua Hira. Ini dilakukan berulang-ulang (baca: buku Sejarah Muhammad, karya Muhammad Husein Haekal).

Apa yang dilakukan oleh Muhammad sangat manusiawi. Dulu pada zaman pra Islam, apa yang dilakukan Muhammad adalah sebuah kewajaran. Itu sebuah budaya. Banyak juga orang arab yang melakukannya. Ya itu tadi, menyendiri ke tempat sepi. Kalo orang jawa bilang itu seperti semedi. Kita tinggal melihat konteksnya. Bagi saya, apa yang dilakukan oleh orang jawa untuk melakukan semedi (tapa brata) tidak salah, asalkan dengan tujuan langsung “berkomunikasi” dengan Tuhan yang Maha Esa.

Ini kan sebuah jalan untuk meretas hubungan yang lebih harmonis dengan sang master, dengan Illah, dengan zat yang membuatnya. Perkara jalan untuk menuju ke arahnya, bisa dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Petunjuk Tuhan bisa datang dari mana saja, dari arah yang tidak kita sangka-sangka. Kita hanya berbekal dengan jalan lurus (Al Fatehah), sebagai sebuah bekal. Saya yakin, dengan “jalan lurus” itu, tidak akan mungkin kita tersesat.

Bicara sebuah tujuan, hanya diri kita pribadi dengan Tuhan yang satu. Selain itu? Tidak ada. Sama seperti Yoga, meditasi dan apapun namanya itu. Bagi saya, kegiatan ini adalah sebuah jalan untuk menempuh kedamaian hati. Kedamaian hati diperoleh dengan jalan perenungan yang dalam. Bukan tiba-tiba! Itu adalah sebuah proses panjang. Bukanlah Muhammad ketika mendapatkan risalah kenabian juga melalui proses yang panjang dan tidak serta merta instant? Bahkan datangnya perintah shalat juga tidak serta merta, tercatat 5 tahun setelah Muhammad mendapatkan wahyu, baru perintah shalat diwajibkan (baca: Annas, Achmad Chodjim)

Bagi MUI, apa yang telah difatwakan membangkitan luka bagi saya. Melihatlah ke bawah, sebuah realitas yang terjadi di masyarakat. Satu lagi; tolong, jangan mengharamkan sesuatu yang terbatas pada wilayah, dan profesi tertentu. Haram ya semuanya, tidak terbagi-bagi. Tegas dikit dong! “Haram” kok buat mainan...:)

Leave a Reply

Daftar Blog Saya

Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Mengenai Saya

Foto saya
malang, jawa timur, Indonesia
sipppp sipppp sippp ajalah hidup ini